Sebaik-baik Manusia Adalah Orang yang Bermanfaat Bagi Sesama (H.R Buchori Muslim)
“Hidup adalah perjalanan waktu dan perpindahan tempat. Kapan pun dan di mana pun kita berada, haruslah memberi manfaat bagi sesama, karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Learn, Share, Success! (Muhammad Ali Murtadlo)”

Selasa, 05 Januari 2016

At-Tanwir, Sekolah dan Kenangan Itu (Part-2 Habis)

Saat Haflah Akhirissanah
Saya saat itu, seorang anak kecil lulusan Madrasah Ibtidiyah yang belum banyak tau tentang dunia luar, mulai kagum dengan kondisi bangunan dan juga kehidupan di lingkungan Madrasah Tsanawiyah.
Maka, kelas 1 Mts merupakan waktu untuk adaptasi. Saling perkenalan dengan semua teman, perkenalan dengan guru, dengan kakak kelas, sampai perkenalan dengan penjual makanan di kantin. Saya masih ingat, saat kelas 1 Mts, saya duduk bertiga di bangku no.3 depan meja guru. Saya berada di tengah, diapit oleh Toyib Aladin dan Nafi’udin. 

Aula Kekinian
Toyib adalah teman pertama saya yang saya kenal ketika test masuk. Bahkan kami saling membantu ketika mengerjakan soal. Dia saya bantu ketika test menulis arab dan saya dibantu ketika kesulitan mengerjakan matematika. Akhirnya, kami berdua tergabung di ruang kelas A. Sedangkan Nafi’udin baru saya kenal ketika masuk pertama kali di kelas. Nafi’udin orangnya asyik. Yang paling saya ingat adalah kopyahnya beda dengan yang lain dan ketika istirahat jika membeli jajan dan ada yang minta maka dikasihkan sama bungkusnya sambil ketawa dan bilang “politik”. Saya baru tahu kenapa dia bilang politik. Karena bungkus jajan yang dikasihkan otomatis yang harus membuang adalah orang yang dikasih itu, dan dia tidak perlu membuang sampah bungkus jajan itu sendiri. Wah, pintar juga dia. Saya sering diakali seperti itu. Saat ini saya tidak tahu ada di mana. Salam hangat dan rindu saya kepadamu kawan!
Di kelas 1 Mts ada kejadian yang tidak mungkin bisa dilupakan. Baik oleh saya maupun teman-teman kelas 1A1. Saat itu ada teman yang bernama Teguh Wicaksono. Teguh adalah siswa yang tidak naik kelas gara-gara kesandung masalah dengan kesiswaan. Saya kurang tahu apa, tapi belakangan dia diskors gara-gara mencuri dynamo lampu sepeda. Saat di kelas dia sering berlaku kasar dengan teman-teman. Bahkan kami sering dipukul menggunakan besi jika kami ramai. Dia juga sering malakin kami, minta uang, jajan dan sering bentak-bentak ketika kelas tidak ada guru. Mendengar berita bahwa dia diskors, kami satu kelas merasa lega, terbebas dari belenggu “setan”. Saat ini saya tidak mendengar kabar dia. Mudah-mudahan dia diberi petunjuk oleh Allah SWT.

Mendengrkan Wejangan Pengasuh
Saat ujian kenaikan kelas saya berjuang mati-matian. Belajar belajar dan belajar. Pokoknya “Utruk ma siwa dars” dawuhnya Pengasuh Pondok, ustadz fuad sahal. Ujian ada 2 gelombang. Gelombang pertama adalah Imtihanus Syafahi (ujian lisan) dan gelombang kedua imtihanut Tahriri (ujian tulis). Alhamdulillah, kedua jenis test (ujian) inilah yang saya kira paling efektif. Karena sebelum ujian tulis dilaksanakan kami dituntut untuk menghafalkan materi-materi yang telah diajarkan kemudian diuji lisan. Saat ujian lisan inilah yang menurut saya paling mendebarkan. Dan ujian semacam ini tetap terulang hingga enam tahun.

Suasana Tahlil
Seperti kelas 1, saat kelas 2 saya naik di ruang A. Naik kelas 2 Mts, saya sudah sedikit banyak punya pengalaman dan tidak lagi terkesan culun. Kami mulai mengenal potensi masing-masing. Kami mulai menilai siapa yang paling pandai di kelas, siapa yang paling malas, siapa yang paling nakal. Pokoknya kelas 2 ini kami mulai mengenal satu sama lain, mulai dari segi kepandaian dan karakter masing-masing. Bahkan sampai saat ini saya masih ingat, nama-nama teman saya beserta tempat duduknya sebelah mana.

Kelas 3 sudah mulai masuk pagi. Tentu merubah kebiasaan saya. Saya yang biasanya berangkat pukul 10;00 dari rumah, mulai kelas 3 harus berangkat pagi. Mengingat jarak sekolahan dengan rumah lumayan jauh dan menggunakan sepedah pancal, maka jam 6 harus sudah siap. Seperti biasa, kami berangkat berempat. Kelas 3 ini merupakan kelas pencapaian, karena nanti di akhir tahun ada Ujian Nasional (Unas). Saat menjelang Unas itulah saya sering berangkat awal untuk mengikuti pelajaran tambahan (les), terkadang habis shubuh harus berangkat sendirian, dengan naik sepeda pancal.
K. H Sholeh (Pendiri Ponpes At-Tanwir)
Lulus kelas 3 membuat saya bingung. Apakah harus melanjutkan di MA atau di SMK. Setelah saya musyawarahkan dengan orang tua, akhirnya saya memilih melanjutkan di MA At-Tanwir. Saat itu belum ada sebutan kelas 7, 8, 9, 10, 11dan 12. Urutan kelas di At-Tanwir masih seperti yang dulu. Jadi, kelas 1 Mts sampai 3 tetap menggunakan urutan 1 sampai 3, dan berlanjut kelas 4 sampai kelas 6 bagi kelas 1 sampai kelas 3 MA.

Saat kelas 4 saya mulai masuk dijenjang lebih tinggi lagi. Kelas 4 setara dengan kelas 1 SMA atau MA. Pelajaran-pelajarannya pun tambah sulit. Hafalan-hafalannya pun tambah banyak. Namun tak dapat menyurutkan semangat untuk terus belajar. Ada kenangan “pahit” yang mungkin tak semuanya tahu. Waktu kelas 4 saya mulai bandel. Saya sering tidak ikut upacara setiap sabtu pagi. Saya dan ketiga kawan sebenarnya sudah berangkat pagi sekitar pukul 05;45. Saat itu upacara dimulai pukul 06;30. Namun saat sampai di sekolah jam sudah menunjukan pukul 06;30 lebih itu artinya upacara sudah dimulai. Dari pada kami ketangkap oleh PPM (Persatuan Pelajar Madrasah) saya memilih untuk singgah dimushola kampung tak jauh dari sekolahan. Baru, ketika upacara selesai kami menuju sekolahan dengan hanya membawa buku, dan tasnya ditinggal di mushola. Kebiasaan seperti ini juga terkadang diterapkan ketika kami ketinggalan dijam-jam efektif. Saat jam istirahat pertama, kami baru datang di sekolahan, tas dan sepedah kami tinggal di Mushola. Hehe.

K. H Ali Chumaidi (Alm)
Kelas 5 sudah mulai disiplin lagi. Saya sudah jarang ketinggalan.Kebiasaan tidak ikut upacara pun sudah hilang. Ada sesuatu yang sampai saat inimasih membekas di ingatan. Saat itu ada pemeriksaan dari pihak PPM dankesiswaan. Pemeriksaan adalah proses penggeledahan barang-barang di tas, pemotongan kuku dan pemangkasan rambut. Saat tim pemeriksa datang langsung memerintahkan kami berdiri dan melepas kopah. Saat itu saya duduk dibelakangdekat pintu, tanpa saya sadari sebelumnya kepala saya kena damprat tangan pak Syafa’. Pak syafa’ adalah guru kesiswaan yang berwajah garang dan tanpa ampun. Itulah pertama kali saya kena pukul seorang guru. Terakhir, rambut saya dipetal dan keesokan harinya berubah menjadi shaolin (gundul).

Kelas 6 saya pernah menjadi delegasi untuk ikut olimpiade pelajaran yang diunaskan. Kebetulan saya disuruh mewakili pelajaran fisika. Entah pertimbangannya apa saya terpilih, padahal kemampuan fisika saya masih tergolong minim. Mungkin karena keaktifan saya di kelas saat pelajaran fisika, membuat pak Warnadi (guru fisika yang super) memilih saya. Namun saya gagal membawa medali dan mengharumkan nama At-Tanwir. Saya pulang dengan tangan hampa. Bukan menangyang sesungguhnya yang saya dapatkan akan tetapi "menang"gug malu. Tapi tak apalah. Itu adalah sebuah pengalaman berharga yang tak dapat saya lupakan, dan sebuah kebanggaan terpilih menjadi delegasi.
Logo dan Slogan Angkatan 2010
Saat kelas 6 inilah yang menurut saya masa yang paling indah. Kami ber 37 berjibaku dengan buku, diskusi dan saling menginspirasi. Kelas 6 inilah puncak dari belajar kami di At-Tanwir. Puncak bukan berarti kami tahu semuanya. Puncak bukan berarti kami paling pandai. Akan tetapi ini baru langkah awal kami untuk meniti kehidupan yang sesungguhnya ketika kami lulus nanti.

Selama enam tahun di At-Tanwir, sudah ribuan kenangan yang terukir. Jutaan ilmu yang kami serap. Milyaran kosa kata yang kami dapatkan. Bahkan berjuta-juta katayang kami bicarakan di sana. Mulai dari membicarakan hal-hal remeh hinggamembicarakan soal ilmu. Semua tetap membekas dan tidak mungkin bisa terhapus,kecuali yang kena penyakit amnesia atau hilang ingatan. At-Tanwir telah menjadikankami tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sekaligus membekali kami berbagaidisiplin ilmu. Masa enam tahun itu tidak lah cukup saya ceritakan dalam sebuah catatan singkat ini.
Terakhir Kami mengadakan Reuni tahun 2015
Terakhir saya ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada At-Tanwir. Kepada guru-guru, kepada teman-teman seperjuangan, kepada semuanya yang telahberjibaku dengan saya mengukir kenangan selama enam tahun. Selain itu permohonan maaf yang tak terhitung juga saya mohonkan kepada semuanya. Akhirnya, semoga dimanapun kita berada selalu dalam rahmat dan pertolonganAllah SWT. Salam rindu dari saya untuk kalian!


Muhammad Ali Murtadlo, Alumni At-Tanwir 2010, saat ini sedang berjuang dan terus mencari makna hidup.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Lu emang gokil bro,,, jadi baper ni,,, hehe,,,

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India